Menjaga Keharmonisan Bertetangga
Bertetangga adalah bagian kehidupan manusia
yang hampir tidak bisa ditolak. Sebab manusia memang tidak semata-mata makhluk
individu, tapi juga merupakan makhluk sosial. Faktanya, seseorang memang tidak
bisa hidup sendirian. Mereka satu sama lain harus selalu bermitra dalam
mencapai kebaikan bersama.
Islam bahkan memerintahkan segenap manusia
untuk senantiasa berjamaah dan berlomba dalam berbuat kebaikan. Sebaliknya,
Islam melarang manusia bersekutu dalam melakukan dosa dan permusuhan.
"Bertolong-tolonganlah kamu dalam berbuat kebaikan dan takwa dan janganlah
kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kepada
Allah, karena sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya." (QS al-Maidah
[5]: 2)
Setiap orang tentu ingin hidup rukun dan
harmonis dengan tetangganya. Hanya orang-orang yang memiliki penyakit hati saja
yang mungkin menolak suasana hubungan harmonis itu. Keharmonisan hubungan
bertetangga sebenarnya amat penting. Sebab kekuatan sendi-sendi sosial suatu
masyarakat, sangat ditentukan oleh keharmonisan hubungan antarwarganya.
Sebaliknya, bila dalam suatu komunitas terjadi disharmoni hubungan
antaranggotanya, maka akan melemahkan sendi-sendi sosial komunitas tersebut.
Memang sungguh nikmat jika kita memiliki
tetangga-tetangga yang baik akhlaknya, ramah, dan penuh perhatian. Kendati
demikian, kita tidak pernah bisa memaksa orang lain untuk selalu bersikap baik,
kecuali kita paksa diri kita sendiri untuk bersikap baik terhadap siapapun.
Alangkah beruntungnya jikalau kita hidup
dan bertetangga dengan orang-orang yang mulia. Walaupun rumah sempit, kalau
tetangganya baik tentu akan terasa lapang. Dan alangkah ruginya, jika rumah
kita dikelilingi oleh tetangga-tetangga yang busuk hati. Walaupun rumah lapang,
niscaya akan terasa sempit.
Menurut Imam Syafi'i, yang dimaksud dengan
tetangga adalah 40 rumah di samping kiri, kanan, depan, dan belakang. Mau tidak
mau, setiap hari kita berjumpa dengan mereka. Baik hanya sekadar melempar
senyum, lambaian tangan, salam, atau malah ngobrol di antara pagar rumah.
Islam sangat memperhatikan masalah
adab-adab bertetangga.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah
mengingatkan Fatimah dengan keras agar segera memberikan tetangga mereka apa
yang menjadi hak-hak mereka. Kisahnya berawal ketika Rasulullah SAW pulang dari
bepergian. Beberapa meter menjelang rumahnya, Rasulullah SAW mencium aroma
gulai kambing yang terbit dari rumah beliau.
Rasul segera bergegas menuju ke rumahnya
dan menemui Fatimah yang ternyata memang sedang memasak gulai kambing. Spontan
Rasulullah SAW memerintahkan putri tercinta beliau untuk memperbanyak kuah
gulai yang sedang dimasaknya.
Dari kisah di atas bisa kita ambil
kesimpulan bahwa ini merupakan salah satu bentuk kepedulian sosial yang
diperintahkan Islam kepada kita. Islam memerintahkan kepada kita untuk
senantiasa mempertajam sense of social kita. Dari sini bisa dipahami, betapa
Islam mengajarkan kita untuk senantiasa membiasakan diri merasakan kesenangan
dan kesulitan bersama dengan masyarakat kita.
Artinya Islam sangat melarang kita hidup
egois, serakah, dan individualistik. Penghormatan kepada tetangga sesungguhnya
merupakan bagian dari aktualisasi keimanan kita kepada Allah Azza wa Jalla dan
Hari Akhir, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Barangsiapa beriman kepada
Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya." (HR Muslim)
Dengan begitu seseorang tidak dikatakan
beriman kepada Allah dan Hari Akhir, jika dia menyia-nyiakan tetangganya. Jika
dia tidak menyantuni kebutuhan tetangganya. Termasuk menyia-nyiakan tetangga
tentunya adalah, bila dia tidak pernah mengunjungi tetangga dan menanyakan
keadaan mereka. Dengan demikian bergaul dengan tetangga, mengetahui tentang
keadaan ekonomi mereka, serta mendakwahi mereka termasuk hak-hak tetangga yang
harus kita tunaikan.
Anjuran untuk menghormati tetangga, tentu
maknanya amat luas. Menghormati berarti juga tidak menyakiti hatinya, selalu
berwajah manis pada tetangga, tidak menceritakan aib tetangga kita, tidak
menghina dan melecehkannya, dan tentu juga tidak menelantarkannya jika dia
tengah membutuhkan pertolongan kita.
Dr Yusuf Qardhawi menyebutkan, seorang
tetangga memiliki peran sentral dalam memelihara harta dan kehormatan warga
sekitarnya. Dengan demikian seorang Mukmin pada hakikatnya merupakan penjaga
yang harus bertanggung jawab terhadap keselamatan seluruh milik tetangganya.
Bahkan, seorang tidak dikatakan beriman jika dia tidak bisa memberi rasa aman
pada tetangganya.
Dalam sebuah Hadis, Rasulullah SAW
bersabda, "Hak tetangga ialah, bila dia sakit, kamu kunjungi. Bila wafat,
kamu mengantarkan jenazahnya. Bila dia membutuhkan uang, maka kamu pinjami. Dan
bila mengalami kesukaran/kemiskinan, maka jangan dibeberkan, aib-aibnya kamu
tutup-tutupi dan rahasiakan. Bila dia memperoleh kebaikan, maka kita turut
bersuka cita dan mengucapkan selamat kepadanya.
Dan bila menghadapi musibah, kamu datang
untuk menyampaikan rasa duka. Jangan sengaja meninggikan bangunan rumahmu
melebihi bangunan rumahnya, lalu menutup jalan udaranya (kelancaran angin
baginya). Dan janganlah kamu mengganggunya dengan bau masakan, kecuali kamu
menciduknya dan memberikan kepadanya."
Keharmonisan hubungan bertetangga bukan
hanya bisa menciptakan lingkungan yang bersih, sehat, dan aman, tapi juga
menciptakan benteng yang kokoh bagi anak-anak kita dari segala bentuk kejahatan
yang datang dari luar maupun dari dalam. Tetangga bisa menebarkan rahmat dan
kasih-sayang. Tetapi sebaliknya, tetangga bisa juga menebarkan kemalangan dan
malapetaka bagi lingkungannya.
Akibat hak-hak bertetangga banyak dilupakan
inilah, tak sedikit masyarakat yang mengalami keresahan. Anggota masyarakat
justru menjadi sumber masalah. Sering terjadi kejahatan justru dilakukan oleh
anggota masyarakat mereka sendiri. Sehingga tak jarang kita mendengar
kasus-kasus pencurian, perampokan, pembunuhan, serta perkosaan dalam suatu
masyarakat, pelakunya tak lain adalah para tetangga mereka sendiri.
Na`udzubillah min dzalik.
Rasanya, kita senantiasa harus mulai
melakukan instrospeksi diri. Apakah tetangga kita menyukai kehadiran kita atau
jangan-jangan mereka malah terganggu dengan kehadiran kita. Maka sudah saatnya
kita menebarkan salam, senyum, sapa, seraya bersikap sopan dan santun pada
orang yang berada di sekitar tempat tinggal kita. Wallahu a'lam. driana/kus/mqp
( )
0 Komentar untuk "Adap bertetangga yg baik menurut agama agar tejaga keharmonisan"