Adab adab buang
hajat
1. Disunnahkan
bagi seseorang yang hendak masuk WC untuk membaca :
“Bismillah,
Allohumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal khobaits.” yang artinya, “Dengan
menyebut nama Alloh. Ya Alloh, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan setan
laki-laki dan setan perempuan.”
Hal ini
berdasarkan hadits yang dibawakan oleh Ali rhodiallahu’anhu bahwa Nabi
shollahu’alaihiwasallam bersabda, “Penghalang sehingga jin tidak bisa melihat
aurot manusia ketika ada salah seorang di antara kalian yang masuk WC adalah
dengan mengucapkan bismillah.” (Shohih Jami’ush Shoghir no.3611, diriwayatkan
oleh Tirmidzi 2/59/603, Ibnu Majah 1/109/297. Redaksi hadits ini dari riwayat
Tirmidzi).
Selain itu juga
berdasarkan hadits yang dibawakan oleh Anas rhodiallahu’anhu, beliau
menceritakan, “Jika Rosululloh hendak masuk WC maka beliau membaca : Allohumma
inni a’udzu bika minal khubutsi wal khobaits.” (Muttafaq ‘alaihi, diriwayatkan
oleh Bukhori 1/242/142, Muslim 1/283/375, Abu Dawud 1/21/4 , Ibnu Majah 1/109/298, Tirmidzi 1/7/6 dan Nasa’i 1/20).
2. Disunnahkan
ketika keluar dari WC untuk membaca :“Ghufronaka.”, artinya : “Aku minta
ampunan-Mu.” Hal ini berdasarkan hadits yang dibawakan oleh Aisyah rodhiyallohu
‘anha, beliau berkata, “Jika Nabi shollahu’alaihiwasallam keluar dari WC maka
beliau membaca : ghufronaka.” (Shohih Jami’ush Shoghir no.4714, diriwayatkan
oleh Abu Dawud 1/52/30, Tirmidzi 1/7/7 ,
Ibnu Majah 1/11/300).
3. Disunnahkan
untuk mendahulukan kaki kiri ketika masuk dan mendahulukan kaki kanan ketika
keluar, karena mengutamakan bagian kanan adalah perbuatan yang terpuji. Selain
itu terdapat dalil yang menunjukkan hal tersebut secara umum (As Sailul jaror
1/64).
4. Apabila buang
hajat di tempat terbuka hendaknya menjauh sehingga tidak terlihat oleh
siapapun. Jabir rhodiallahu’anhu berkata, “Kami berpergian bersama Rosululloh
shollahu’alaihiwasallam dan beliau tidak buang hajat sampai menjauh sehingga
tidak terlihat oleh siapapun.” (Shohih Sunan Ibnu Majah no.268, diriwayatkan
oleh Ibnu Majah 1/121/335, Abu Dawud 1/19/2 dengan redaksi yang sama).
5. Disunnahkan
untuk tidak melepas pakaian sampai pantat dekat dengan tanah. Ibnu Umar
rodhiyallohu ‘anhuma menceritkan bahwa Rosululloh shollahu’alaihiwasallam jika
hendak buang hajat beliau tidak menanggalkan pakaiannya sampai pantat beliau
dekat dengan tanah (Shohih Jami’ush Shoghir no.4652, diriwayatkan oleh Abu
Dawud 1/31/14 ,
Tirmidzi 1/11/14
dari hadits Anas). Hadits ini berlaku apabila kita buang hajat di tempat
terbuka agar aurot lebih tertutup. Pent
Syaikh Sa’id Al
Qohthoni mengatakan, “Bila buang air tidak di tempat yang tertutup, hendaknya
kita mengangkat pakaian setelah pantat kita dekat dengan tanah agar aurat kita
tidak terlihat.” (Thaharah Nabi, cet. Media Hidayah), Pent
6. Tidak
diperbolehkan menghadap dan membelakangi kiblat, baik di tempat terbuka maupun
dalam bangunan tertutup (WC). Abu Ayyub Al Anshori rhodiallahu’anhu menyatakan
bahwa Rosululloh bersabda, “Jika kalian hendak buang hajat maka janganlah
menghadap qiblat atau membelakanginya, tapi hendaklah menghadap ke timur atau
barat.” (Mukhtashor Shohih Muslim no.109, Shohih Sunan Abu Dawud no.7). Dalam
hadits tersebut Rosululloh memerintahkan untuk menghadap ke barat atau ke timur
karena saat itu beliau ada di Madinah. Dan letak Madinah adalah di sebelah
selatan Makkah. Pent.
Abu Ayyub
berkata, “Tatkala kami tiba di Syam, kami dapati tempat-tempat buang air di sana dibangun menghadap
ka’bah. Maka kami bergeser dari arah kiblat dan kami mohon ampun kepada Alloh Ta’ala.”
(Muttafaq ‘Alaih, diriwayatkan oleh Bukhori 1/497/394, Muslim 1/224/264 dan
Tirmidzi 1/8/8).
7. Diharamkan
buang hajat di jalan atau tempat yang digunakan banyak orang untuk berteduh.
Abu Huroiroh menuturkan bahwa Nabi shollahu’alaihiwasallam bersabda, “Janganlah
kalian termasuk duaorang yang mendapatkan laknat.” Para
sahabat berkata, “Siapakah mereka itu wahai Rosululloh shollahu’alaihiwasallam”
Rosululloh bersabda, “Mereka adalah orang yang buang air di jalan dan tempat
yang digunakan banyak orang untuk berteduh.” (Shohih Jamiu’sh Shoghir no.110,
diriwayatkan oleh Abu Dawud 1/47/25, Muslim 1/226/269).
8. Makruh untuk
kencing di tempat mandi. Yang dimaksud adalah kamar mandi yang resapan atau
saluran pembuangannya kurang bagus (Lihat Thaharah Nabi, Media Hidayah hlm. 53
-pent).
Hamid Al Hamiri
berkata, “Aku bertemu dengan seseorang yang menemani Nabi
shollahu’alaihiwasallam sebagaimana Abu Huroiroh menemani Nabi, beliau berkata,
“Rosululloh melarang untuk bersisir setiap hari atau kencing di tempat yang
digunakan untuk mandi.” (Shohih Sunan An Nasa’i no.232, diriwayatkan oleh An
Nasa’i 1/130, Abu Dawud 1/50/28).
9. Diharamkan
kencing pada air yang tergenang. Jabir mengatakan bahwa Nabi
shollahu’alaihiwasallam melarang mengencingi air yang menggenang (Shohih
Jami’ush Shoghir 6814, diriwayatkan oleh Muslim 1/235/281, An Nasa’i 1/34).
10.
Diperbolehkan kencing sambil berdiri, akan tetapi kencing dengan duduk itu
lebih baik. Hudzaifah rhodiallahu’anhu menuturkan bahwa Nabi
shollahu’alaihiwasallam berhenti pada tempat pembuangan sampah milik suatu
perkampungan, kemudian beliau kencing sambil berdiri. Akupun menjauhi beliau
tapi beliau berkata, “Mendekatlah!”. Akupun mendekati beliau sampai aku berdiri
di belakang beliau. Beliau kemudian berwudhu dan mengusap kedua khuf (sejenis
sepatu) beliau.” (Diriwayatkan oleh Muslim 1/28/273, Tirmidzi 1/11/13 , Bukhori 1/329/225,
Nasai 1/19, Abu Dawud 1/44/23 dan Ibnu Majah 1/111/305).
Kami katakan
bahwa kencing dengan duduk itu lebih baik karena itulah yang paling sering Nabi
shollahu’alaihiwasallam lakukan, sampai-sampai ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha
mengatakan, “Barang siapa yang menginformasikan kepadamu bahwa Rosululloh
kencing sambil berdiri maka jangan percaya. Rosululloh tidak pernah kencing
kecuali sambil duduk.” (Shohih Sunan An Nasai no.29, diriwayatkan oleh An Nasai
1/26, Tirmidzi 1/10/12 ).
Perkataan
‘Aisyah ini tidaklah kontradiktif dengan hadits yang dibawakan oleh hudzaifah,
karena ‘Aisyah menyampaikan apa yang beliau ketahui dan hudzaifahpun
menyampaikan apa yang beliau ketahui. Sebagaimana telah diketahui dalam kaedah
ushul fiqh bahwa riwayat yang menetapkan suatu hal itu lebih diutamakan
daripada riwayat yang mengingkarinya, karena riwayat yang menetapkan itu
mengandung informasi yang tidak ada dalam riwayat yang mengingkarinya.
11. Wajib
bersuci sesudah kencing. Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma menceritakan bahwa
Nabi ? melewati dua makam kemudian berkata, “Sesungguhnya dua orang penghuni
kubur ini sedang disiksa, dan tidaklah mereka berdua disiksa karena perkara
yang sulit dihindari. Salah satu dari dua orang ini disiksa karena tidak
bersuci sesudah kencing dan yang lain suka mengadu domba orang lain.” (Muttafaq
alaih, diriwayatkan oleh Bukhori 1/317/216, Muslim 1/240/292, Tirmidzi 1/47/70,
Abu Dawud 1/40/20 dan Nasai 1/28).
12. Tidak boleh
menyentuh kemaluan dengan tangan kanan ketika kencing dan bercebok. Abu
Qotadahrhodiallahu’anhu menceritakan bahwa Rosululloh bersabda, “Jika salah
seorang di antara kalian kencing maka janganlah menyentuh kemaluan dan bercebok
dengan tangan kanannya.” (Shohih Sunan Ibnu Majah no.25, diriwayatkan oleh Ibnu
Majah 1/113/310, Buhori 1/253/154, Muslim1/225/267, Abu Dawud 1/53/31, Tirmidzi
1/12/15 dan An
Nasai 1/25. Redaksi hadits ini dari riwayat Ibnu Majah).
13. Diperbolehkan
bersuci dengan menggunakan air, batu atau sejenisnya, tetapi bersuci dengan
menggunakan air itu lebih utama. Anas rhodiallahu’anhu menuturkan, “Rosululloh
masuk ke WC, maka aku dan anak kecil yang seusia denganku membawakan seember
air dan tombak kecil untuk beliau. Kemudian beliau bersuci dengan menggunakan
air.” (Muttafaq ‘alaih, diriwayatkan oleh Bukhori 1/252/152, Muslim 1/227/271
dan Nasai 1/42 tanpa disebutkan ‘tombak kecil’). ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha
menceritakan bahwa Rosululloh bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian
buang hajat maka hendaknya ia membawa tiga buah batu. Bersucilah dengan tiga
batu tersebut karena itu sudah mencukupi.” (Shohih Sunan An Nasai no.43,
diriwayatkan oleh Nasai 1/42 dan Abu Dawud 1/61/40).
14. Tidak boleh
bersuci dengan kurang dari tiga batu. Ada
seorang yang mengatakan kepada Salman Al Farisi rhodiallahu’anhu, “Nabimu telah
mengajarkan segala sesuatu kepada kalian sampai-sampai tentang adab buang
hajat.” Beliau menjawab, “Benar, beliau melarang kami untuk menghadap kiblat
tatkala buang air besar maupun buang air kecil. Beliau juga melarang kami
bercebok dengan tangan kanan, bercebok dengan batu yang berjumlah kurang dari
tiga buah dan bercebok dengan menggunakan kotoran hewan atau tulang.” (Shohih
Sunan Ibnu Majah no.255, diriwayatkan oleh Muslim 1/223/262, Tirmidzi 1/13/16 , Abu Dawud 1/24/7 , Ibnu Majah
1/115/316 dan An Nasai 1/38).
15. Tidak boleh
beristijmar dengan tulang atau kotoran hewan. Istijmar adalah bercebok dengan
tidak menggunakan air. Pent. Jabir rhodiallahu’anhu berkata, “Rosululloh
melarang bersuci dengan tulang atau kotoran hewan.” (Shohih Jami’ush Shoghir
no.6827, diriwayatkan oleh Muslim 1/224/263, Abu Dawud 1/60/38).
Anda juga dapat membaca komentar artikel ini melalui
RSS 2.0 feed. Anda dapat memberi komentar dan trackback pada web anda.
Perhatian: Silahkan menyalin dan menyebarluaskan
seluruh artikel pada website ini dengan menyertakan sumbernya serta tidak boleh
memodifikasi judul dan materi artikel tanpa seizin muslim.or.id. Pertanyaan
untuk Konsultasi Ustadz silahkan dimasukkan pada link "Tanya Ustadz",
jika tidak maka pertanyaan akan diabaikan.
Satu komentar
untuk “Al-Wajiz: Bab Thoharoh (Bagian 4)”
abu musa
1
assalamu,alaikum
warah matullahi wabarakatuh
segala puji
syukur kita haturkan kehadirat allah, shalawat dan salam semoga tetap tercurah
kepada beliau dan pengikutnya sampai hari pembalasan kelak.
langsung saja ,
saya disini mau bertanya tentang hukum2 yang berkenaan dengan rambut secara
lengkap dan terperinci. seperti boleh tidak mewarnai rambut, mencabut uban,
menggundul kepala tanpa udzur, dll.
bagaimana model
rambut nabi Muhammad?
seberapa batasan
rambut itu boleh dipanjangkan untuk laki laki?
dan batasan
mencukur rambut untuk wanita?
bolehkah
memotong rambut (ditipiskan tidak dicukur habis) hanya bagian sampingnya saja ?
0 Komentar untuk "Cara Buang hajat atau buang menurut Islam"